Love can turn bitter into sweet, turning dust gold,
cloudy became clear, sick are healed, the prison into
the lake,pain becomes pleasure, and anger into mercy
Love is not teaching us weak, but of power.
Love teaches us not humiliate ourselves,
but breathes bravery.
Love is not discouraging, but uplifting
Pada kesempatan Jum’at ini, marilah kita merenungkan salah satu firman Allah dalam surat Al-‘Ankabut ayat 2 dan 3, yang artinya sebagai berikut:
“Apakah
manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami
telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami
telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah
mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui
orang-orang yang dusta.”
Ayat ini menjelaskan kepada kita bahwa salah satu konsekuensi pernyataan iman kita, adalah kita harus siap menghadapi
ujian yang diberikan Allah Subhannahu wa Ta'ala kepada kita, untuk
membuktikan sejauh mana kebenaran dan kesungguhan kita dalam menyatakan
iman, apakah iman kita itu betul-betul bersumber dari keyakinan dan
kemantapan hati, atau sekedar ikut-ikutan serta tidak tahu arah dan
tujuan, atau pernyataan iman kita didorong oleh kepentingan sesaat,
ingin mendapatkan kemenangan dan tidak mau menghadapi kesulitan.
Hadirin jamaah Jum’at yang berbahagia!
Bila kita sudah menyatakan iman dan kita mengharapkan manisnya buah
iman yang kita miliki yaitu Surga sebagaimana yang telah dijanjikan oleh
Allah Subhannahu wa Ta'ala, maka marilah kita bersiap-siap untuk
menghadapi ujian berat yang akan diberikan Allah kepada kita, dan
bersabarlah kala ujian itu datang kepada kita. Allah memberikan sindiran
kepada kita, yang ingin masuk Surga tanpa melewati ujian yang berat.
Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa salam mengisahkan betapa beratnya perjuangan
orang-orang dulu dalam perjuangan mereka mempertahankan iman mereka,
sebagaimana dituturkan kepada shahabat Khabbab Ibnul Arats Radhiallaahu
anhu.
...
Sungguh telah terjadi kepada orang-orang sebelum kalian, ada yang di
sisir dengan sisir besi (sehingga) terkelupas daging dari tulang-tulangnya, akan tetapi itu tidak memalingkannya dari agamanya, dan ada pula yang diletakkan di atas kepalanya gergaji sampai terbelah dua, namun itu tidak memalingkannya dari agamanya... (HR. Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari dengan Fathul Bari, cet. Dar Ar-Royyan, Juz 7 hal. 202).
Cobalah
kita renungkan, apa yang telah kita lakukan untuk membuktikan keimanan
kita? cobaan apa yang telah kita alami dalam mempertahankan iman kita?
Apa yang telah kita korbankan untuk memperjuangkan aqidah dan iman kita?
Bila kita memper-hatikan perjuangan Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
salam dan orang-orang terdahulu dalam mempertahankan iman mereka, dan
betapa pengorbanan mereka dalam memperjuangkan iman mereka, mereka rela
mengorbankan harta mereka, tenaga mereka, pikiran mereka, bahkan
nyawapun mereka korbankan untuk itu. Rasanya iman kita ini belum
seberapanya atau bahkan tidak ada artinya bila dibandingkan dengan iman
mereka. Apakah kita tidak malu meminta balasan yang besar dari Allah
sementara pengorbanan kita sedikit pun belum ada?
Hadirin sidang Jum’at yang dimuliakan Allah!
Ujian
yang diberikan oleh Allah kepada manusia adalah berbeda-beda. Dan ujian
dari Allah bermacam-macam bentuknya, setidak-nya ada empat macam ujian
yang telah dialami oleh para pendahulu kita:
Yang pertama:
Ujian yang berbentuk perintah untuk dilaksanakan, seperti perintah
Allah kepada Nabi Ibrahim Alaihissalam untuk menyembelih putranya yang
sangat ia cintai. Ini adalah satu perintah yang betul-betul berat dan
mungkin tidak masuk akal, bagaimana seorang bapak harus menyembelih
anaknya yang sangat dicintai, padahal anaknya itu tidak melakukan
kesalahan apapun. Sungguh ini ujian yang sangat berat dari Allah.
Dan di sini kita melihat bagaimana kualitas iman Nabi Ibrahim
Alaihissalam yang benar-benar sudah tahan uji, sehingga dengan segala
ketabahan dan kesabarannya perintah yang sangat berat itupun dijalankan.
Apa
yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim Shallallaahu alaihi wa salam dan
puteranya adalah pelajaran yang sangat berat itupun dijalankannya.
Apa
yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim dan puteranya adalah pelajaran yang
sangat berharga bagi kita, dan sangat perlu kita tauladani, karena
sebagaimana kita rasakan dalam kehidupan kita, banyak sekali perintah
Allah yang dianggap berat bagi kita, dan dengan berbagai alasan kita
berusaha untuk tidak melaksanakannya. Sebagai contoh, Allah telah
memerintahkan kepada para wanita Muslimah untuk mengenakan jilbab
(pakaian yang menutup seluruh aurat) secara tegas untuk membedakan
antara wanita Muslimah dan wanita musyrikah.
Namun
kita lihat sekarang masih banyak wanita Muslimah di Indonesia khususnya
tidak mau memakai jilbab dengan berbagai alasan, ada yang menganggap
kampungan, tidak modis, atau beranggapan bahwa jilbab adalah bagian dari
budaya bangsa Arab. Ini pertanda bahwa iman mereka belum lulus ujian.
Padahal Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam memberikan ancaman
kepada para wanita yang tidak mau memakai jilbab dalam sabdanya:
“Dua
golongan dari ahli Neraka yang belum aku lihat, satu kaum yang membawa
cambuk seperti ekor sapi, yang dengan cambuk itu mereka memukul manusia,
dan wanita yang memakai baju tetapi telanjang berlenggak-lenggok
menarik perhatian, kepala-kepala mereka seperti punuk unta, mereka tidak
akan masuk Surga dan tidak akan mencium wanginya”. (HR. Muslim, Shahih Muslim dengan Syarh An-Nawawi cet. Dar Ar-Rayyan, juz 14 hal. 109-110).
Yang kedua:
Ujian yang berbentuk larangan untuk ditinggalkan seperti halnya yang
terjadi pada Nabi Yusuf Alaihissalam yang diuji dengan seorang perempuan
cantik, istri seorang pembesar di Mesir yang mengajaknya berzina, dan
kesempatan itu sudah sangat terbuka, ketika keduanya sudah tinggal
berdua di rumah dan si perempuan itu telah mengunci seluruh pintu rumah.
Namun Nabi Yusuf Alaihissalam membuktikan kualitas imannya, ia berhasil
meloloskan diri dari godaan perempuan itu, padahal sebagaimana pemuda
umumnya ia mempunyai hasrat kepada wanita. Ini artinya ia telah lulus
dari ujian atas imannya.
Sikap Nabi Yusuf Alaihissalam ini perlu kita ikuti, terutama oleh para
pemuda Muslim di zaman sekarang, di saat pintu-pintu kemaksiatan terbuka
lebar, pelacuran merebak di mana-mana, minuman keras dan obat-obat
terlarang sudah merambah berbagai lapisan masyarakat, sampai-sampai
anak-anak yang masih duduk di bangku sekolah dasar pun sudah ada yang
kecanduan. Perzinahan sudah seakan menjadi barang biasa bagi para
pemuda, sehingga tak heran bila menurut sebuah penelitian, bahwa di
kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya
enam dari sepuluh remaja putri sudah tidak perawan lagi. Di antara
akibatnya setiap tahun sekitar dua juta bayi dibunuh dengan cara aborsi,
atau dibunuh beberapa saat setelah si bayi lahir. Keadaan seperti itu
diperparah dengan semakin banyaknya media cetak yang berlomba-lomba
memamerkan aurat wanita, juga media elektronik dengan acara-acara yang
sengaja dirancang untuk membangkitkan gairah seksual para remaja. Pada
saat seperti inilah sikap Nabi Yusuf Alaihissalam perlu ditanamkan dalam
dada para pemuda Muslim. Para pemuda
Muslim harus selalu siap siaga menghadapi godaan demi godaan yang akan
menjerumuskan dirinya ke jurang kemaksiatan. Rasulullah Shallallaahu
alaihi wa salam telah menjanjikan kepada siapa saja yang menolak ajakan
untuk berbuat maksiat, ia akan diberi perlindungan di hari Kiamat nanti
sebagaimana sabdanya:
“Tujuh
(orang yang akan dilindungi Allah dalam lindungan-Nya pada hari tidak
ada perlindungan selain perlindunganNya, .. dan seorang laki-laki yang
diajak oleh seorang perempuan terhormat dan cantik, lalu ia berkata aku
takut kepada Allah…” (HR.
Al-Bukhari Muslim, Shahih Al-Bukhari dengan Fathul Bari cet. Daar
Ar-Rayyan, juz 3 hal. 344 dan Shahih Muslim dengan Syarh An-Nawawi cet.
Dar Ar-Rayaan, juz 7 hal. 120-121).
Yang ketiga:
Ujian yang berbentuk musibah seperti terkena penyakit, ditinggalkan
orang yang dicintai dan sebagainya. Sebagai contoh, Nabi Ayyub
Alaihissalam yang diuji oleh Allah dengan penyakit yang sangat buruk
sehingga tidak ada sebesar lubang jarum pun dalam badannya yang selamat
dari penyakit itu selain hatinya, seluruh hartanya telah habis tidak
tersisa sedikitpun untuk biaya pengobatan penyakitnya dan untuk nafkah
dirinya, seluruh kerabatnya meninggalkannya, tinggal ia dan isterinya
yang setia menemaninya dan mencarikan nafkah untuknya. Musibah ini
berjalan selama delapan belas tahun, sampai pada saat yang sangat sulit
sekali baginya ia memelas sambil berdo’a kepada Allah:
“Dan
ingatlah akan hamba Kami Ayuub ketika ia menyeru Tuhan-nya;”
Sesungguhnya aku diganggu syaitan dengan kepayahan dan siksaan”. (Tafsir
Ibnu Katsir, Juz 4 hal. 51).
Dan
ketika itu Allah memerintahkan Nabi Ayyub Alaihissalam untuk
menghantamkan kakinya ke tanah, kemudian keluarlah mata air dan Allah
menyuruhnya untuk meminum dari air itu, maka hilanglah seluruh penyakit
yang ada di bagian dalam dan luar tubuhnya. (Tafsir Ibnu Katsir, Juz 4
hal. 52). Begitulah ujian Allah kepada NabiNya, masa delapan belas tahun
ditinggalkan oleh sanak saudara merupakan perjalanan hidup yang sangat
berat, namun di sini Nabi Ayub Alaihissalam membuktikan ketangguhan
imannya, tidak sedikitpun ia merasa menderita dan tidak terbetik pada
dirinya untuk menanggalkan imannya. Iman seperti ini jelas tidak
dimiliki oleh banyak saudara kita yang tega menjual iman dan menukar
aqidahnya dengan sekantong beras dan sebungkus sarimi, karena tidak
tahan menghadapi kesulitan hidup yang mungkin tidak seberapa bila
dibandingkan dengan apa yang dialami oleh Nabi Ayyub Alaihissalam ini.
Sidang jamaah rahima kumullah!
Yang keempat:
Ujian lewat tangan orang-orang kafir dan orang-orang yang tidak
menyenangi Islam. Apa yang dialami oleh Nabi Muhammad Shallallaahu
alaihi wa salam dan para sahabatnya terutama ketika masih berada di
Mekkah kiranya cukup menjadi pelajaran bagi kita, betapa keimanan itu
diuji dengan berbagai cobaan berat yang menuntut pengorbanan harta benda
bahkan nyawa. Di antaranya apa yang dialami oleh Rasulullah n
di akhir tahun ketujuh kenabian, ketika orang-orang Quraisy bersepakat
untuk memutuskan hubungan apapun dengan Rasulullah Shallallaahu alaihi
wa salam beserta Bani Abdul Muththolib dan Bani Hasyim yang
melindunginya, kecuali jika kedua suku itu bersedia menyerahkan
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam untuk dibunuh. Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa salam bersama orang-orang yang membelanya
terkurung selama tiga tahun, mereka mengalami kelaparan dan penderitaan
yang hebat. (DR. Akram Dhiya Al-‘Umari, As-Sirah An-Nabawiyyah
Ash-Shahihah, Juz 1 hal. 182).
Juga apa yang dialami oleh para shahabat tidak kalah beratnya, seperti apa yang dialami oleh Yasir Z.
dan istrinya Sumayyah dua orang pertama yang meninggal di jalan dakwah
selama periode Mekkah. Juga Bilal Ibnu Rabah Radhiallaahu anhu yang
dipaksa memakai baju besi kemudian dijemur di padang pasir di bawah sengatan matahari, kemudian diarak oleh anak-anak kecil mengelilingi kota
Mekkah dan Bilal Radhiallaahu anhu hanya mengucapkan “Ahad, Ahad” (DR.
Akram Dhiya Al-Umari, As-Siroh An-Nabawiyyah Ash-Shahihah, Juz 1 hal.
154-155).
Dan
masih banyak kisah-kisah lain yang menunjukkan betapa pengorbanan dan
penderitaan mereka dalam perjuangan mempertahankan iman mereka. Namun
penderitaan itu tidak sedikit pun mengendorkan semangat Rasulullah dan
para shahabatnya untuk terus berdakwah dan menyebarkan Islam.
Musibah
yang dialami oleh saudara-saudara kita umat Islam di berbagai tempat
sekarang akibat kedengkian orang-orang kafir, adalah ujian dari Allah
kepada umat Islam di sana, sekaligus sebagai pelajaran berharga bagi
umat Islam di daerah-daerah lain. Umat Islam di Indonesia khususnya
sedang diuji sejauh mana ketahanan iman mereka menghadapi serangan
orang-orang yang membenci Islam dan kaum Muslimin. Sungguh menyakitkan
memang di satu negeri yang mayoritas penduduknya Muslim terjadi
pembantaian terhadap kaum Muslimin, sekian ribu nyawa telah melayang,
bukan karena mereka memberontak pemerintah atau menyerang pemeluk agama
lain, tapi hanya karena mereka mengatakan: ( Laa ilaaha illallaahu )لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ, tidak jauh berbeda dengan apa yang dikisahkan Allah dalam Al-Qur’an.
Peristiwa
seperti inipun mungkin akan terulang kembali selama dunia ini masih
tegak, selama pertarungan haq dan bathil belum berakhir, sampai pada
saat yang telah ditentukan oleh Allah.
Kita
berdo’a mudah-mudahan saudara-saudara kita yang gugur dalam
mempertahankan aqidah dan iman mereka, dicatat sebagai para syuhada di
sisi Allah. Amin. Dan semoga umat Islam yang berada di daerah lain, bisa
mengambil pelajaran dari berbagai peristiwa, sehingga mereka tidak
lengah menghadapi orang-orang kafir dan selalu berpegang teguh kepada
ajaran Allah serta selalu siap sedia untuk berkorban dalam
mempertahankan dan meninggikannya, karena dengan demikianlah pertolongan
Allah akan datang kepada kita.
Sebagai
orang-orang yang telah menyatakan iman, kita harus mempersiapkan diri
untuk menerima ujian dari Allah, serta kita harus yaqin bahwa ujian dari
Allah itu adalah satu tanda kecintaan Allah kepada kita, sebagaimana
sabda Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam :
إِنَّ
عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلاَءِ وَإِنَّ اللهَ إِذَا أَحَبَّ
قَوْمًا اِبْتَلاَهُمْ، فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ
فَلَهُ السُّخْطُ. (رواه الترمذي، وقال هذا حديث حسن غريب من هذا الوجه).
“Sesungguhnya
besarnya pahala sesuai dengan besarnya cobaan (ujian), Dan sesungguhnya
apabila Allah mencintai satu kaum Ia akan menguji mereka, maka
barangsiapa ridha baginyalah keridhaan Allah, dan barangsiapa marah
baginyalah kemarahan Allah”. (HR. At-Tirmidzi, dan ia berkata hadits
ini hasan gharib dari sanad ini, Sunan At-Timidzy cet. Dar Al-Kutub
Al-Ilmiyyah, juz 4 hal. 519).
Mudah-mudahan
kita semua diberikan ketabahan dan kesabaran oleh Allah dalam
menghadapi ujian yang akan diberikan olehNya kepada kita. Amin. Marilah
kita berdo’a memohon kepada Allah SWT.
Alhamdulillah, limpahan nikmat yang Allah karuniakan kepada kita tak
henti-hentinya kita rasakan, nikmat iman, nikmat sehat, nikmat keamanan,
nikmat persaudaraan, nikmat kecukupan dan nikmat usia yang sampai hari
ini Allah masih menghimpun kita bersama untuk melkasanakan ibadah sholat
jumat, untuk itu marilah kita senantiasa memacu diri untuk menjaga
kondisi keimanan kita, meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah
dengan penuh kesungguhan, terlebih di tengah kehidupan dan kondisi
bangsa dan negara kita yang mengalami tantangan yang berat, yang
membutuhkan pribadi-pribadi yang kokoh dan mampu bertahan dengan
beratnya ujian akan sebuah kejujuran, sifat amanah dan bertanggung jawab
terhadap pencipta-Nya dan masyarakat. Semoga Allah meneguhkan hati kita
dalam keimanan, menjaga diri dan keluarga kita dari kerusakan dan
bencana. Amiin ya rabbal 'alamiin.
Sholawat dan salam marilah kita sampaikan kepada baginda Rosulullah
tercinta, Allahumma sholli wa sallim wa baarik 'ala Muhammadin wa 'ala
ali Muhammad kamaa shollaita wa sallamta wa baarakta 'alaa Ibrahim wa
'alaa aali Ibrahim fil 'aalamina innaka hamidun majiid. Semoga syafaat
beliau dapat kita raih di akhirat kelak, amiin ya rabbal alamin.
Saudara kaum muslimin yang dirahmati Allah
Kita tentunya banyak dan sering mengikuti perkembangan bangsa kita
Indonesia, baik dari media cetak maupun elektonik, berita-berita di
televisi, radio dan internet yang tak pernah sepi dari membahas
permasalahan-permasalahan bangsa yang tak kunjung selesai sampai saat
ini, permasalahan berupa kasus korupsi, suap, menyalahgunakan wewenang
menjadi topik hangat yang sering didiskusikan, dibahas dan diberitakan;
larinya tahanan dan para koruptor keluar dari penjara dengan menikmati
hiburan bahkan jalan-jalan keluar negeri dengan menyuap pejabat yang
berwenang tampaknya suatu hal yang biasa dan ringan. Apakah suap atau
risywah dalam istilah Islam adalah suatu hal yang kecil ataukah
sebaliknya, yaitu termasuk dosa besar dan pelakunya mendapatkan siksa
yang berat di akhirat kelak?.
Kaum muslimin yang dimuliakan Allah
Dalam kesempatan jumat kali ini, khatib akan membahas tema penting,
untuk kembali menyegarkan pemahaman kita tentang risywah atau suap di
dalam Islam. Kata Risywah menurut bahasa dalam kamus Al-Mishbahul Munir
dan Kitab Al-Muhalla ibnu Hazm yaitu: "pemberian yang diberikan
seseorang kepada hakim atau lainnya untuk memenangkan perkaranya dengan
cara yang tidak dibenarkan atau untuk mendapatkan sesuatu yang sesuai
dengan kehendaknya." Atau pengertian risywah menurut Kitab Lisanul 'Arab
dan Mu'jamul Washith yaitu: "pemberian yang diberikan kepada seseorang
agar mendapatkan kepentingan tertentu". Maka berdasarkan definisi
tersebut, suatu yang dinamakan risywah adalah jika mengandung unsur
pemberian atau athiyah, ada niat untuk menarik simpati orang lain atau
istimalah, serta bertujuan untuk membatalkan yang benar (Ibtholul haq),
merealisasikan kebathilan (ihqoqul bathil), mencari keberpihakan yang
tidak dibenarkan (almahsubiyah bighoiri haq) , mendapat kepentingan yang
bukan menjadi haknya (al hushul 'alal manafi') dan memenangkan
perkaranya atau al hukmu lahu.
Saudara kaum muslimin yang berbahagia
Bagaimanakah hukum risywah dalam Islam? Beberapa nash di dalam Al-Quran
dan Sabda Rosulullah mengisyaratkan bahkan menegaskan bahwa Risywah
suatu yang diharamkan di dalam syariat, bahkan termasuk dosa besar,
Allah Swt berfirman:
"Dan janganlah kamu memakan harta sebagian dari kamu dengan jalan yang
batil, dan janganlah kamu membawa urusan harta itu kepada hakim, supaya
kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain dengan
(jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui. (QS. Al-Baqoroh: 188)
Kemudian firman Allah:
سَمَّاعُونَ لِلْكَذِبِ أَكَّالُونَ لِلسُّحْتِ
"Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong,
banyak memakan yang haram" (QS. Al-Maidah; 42)
Iman Al-Hasan dan Said bin Jubair mengomentari ayat ini dengan
mengatakan bahwa ma'na "akkaluuna lisshuht" yaitu risywah, karena
risywah identik dengan memakan harta yang diharamkan Allah.
Di dalam hadits disebutkan:
عن عبد الله بن عمر رضي الله عنهما قال : لعن رسول الله صلى الله عليه و
سلم الراشي و المرتشي
هذا حديث صحيح الإسناد
Dari Abdullah bin Umar ra berkata, "Rosulullah melaknat bagi penyuap dan
yang menerima suap." (HR. Al-Khamsah dishohihkan oleh at-Tirmidzi)
وعن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال : "كل لحم نبت بالسحت فالنار أولى به
" قالوا : يا رسول الله ؛ وما السحت ؟ قال : "الرشوة في الحكم" . قال عمر
بن الخطاب رضي الله عنه : رشوة الحاكم من السحت وعن ابن مسعود أيضا أنه قال
: السحت أن يقضي الرجل لأخيه حاجة فيهدي إليه هدية فيقبلها.
"Setiap daging yang tumbuh dari barang yang haram (ashuht), nerakalah
yang paling layak untuknya. Sahabat bertanya: "Wahai Rosulullah, apa
barang haram yang di maksud itu?". Rosulullah bersabda: "Suap dalam
perkara hukum." (Tafsir Al-Quthubi, tafsir surat Al-Maidah ayat: 42)
Umar bin Khatthab berkata: menyuap hakim adalah dari perkara shuht. Ibnu
Mas'ud berkata: "Perbuatan Shuht adalah seseorang menyelesaikan hajat
saudaranya maka orang tersebut memberikan hadiah kepadanya lalu dia
menerimanya."
Sudara kaum muslimin yang dimuliakan Allah
Dari uraian ayat-ayat dan hadits di atas, jelaslah bahwa suap merupakan
perkara yang diharamkan oleh Islam, baik memberi ataupun menerimanya
sama-sama diharamkan di dalam syariat. Namun ada pengecualian yang
menurut mayoritas ulama memperbolehkan penyuapan yang dilakukan oleh
sesorang untuk mendapatkan haknya, karena dia dalam kondisi yang benar
dan mencegah kezholiman terhadap orang lain, dalam hal ini dosanya tetap
ditanggung oleh yang menerima suap. (Hal ini dapat dilihat lebih
mendalam dalam kitab Kasyful Qina' 6/304) Nihayatul Muhtaj 8/ 243,
AlQurthubi 6/183, Al-Muhalla 8/118, Matholib ulin Nuha, dalam bab-bab
yang membahas tentang suap dan memakan harta haram).
Dalam permasalahan ini Imam Abu Hanifah membagi pengertian risywah ini
ke dalam 4 hal:
Pertama, memberikan sesuatu untuk mendapatkan pangkat dan kedudukan
ataupun jabatan, maka hukumnya adalah haram bagi pemberi maupun
penerima.
Kedua, memberikan sesuatu kepada hakim agar bisa memenagkan perkaranya,
hukumnya adalah haram bagi penyuap dan yang disuap, walaupun keputusan
tersebut adalah benar, karena hal itu adalah sudah menjadi tugas seorang
hakim dan kewajibannya.
Ketiga, memberikan sesuatu agar mendapat perlakuan yang sama di hadapan
penguasa dengan tujuan mencegah kemudharatan dan meraih kemaslahatan,
hukumnya haram bagi yang dsuap saja. Al-Hasan mengomentari sabda Nabi
yang berbunyi, Rasulullah melaknat orang yang menyuap dan disuap" dengan
berkata, "jika ditujukan untuk membenarkan yang salah dan menyelahkan
yang benar. Adapun jika seseorang memberikan hartanya selama untuk
melindungi kehormatannya maka hal itu tidak apa-apa".
Keempat, memberikan sesuatu kepada seseorang yang tidak bertugas di
pengadilan atau instansi tertentu agar bisa menolongnya dalam
mendapatkan haknya di pengadilan atau pada instansi tersebut, maka
hukumnya halal bagi keduanya, baik pemberi dan penerima, karena hal
tersebut sebagai upah atas tenaga dan potensi yang dikeluarkan nya. Tapi
Ibnu Mas'ud dan Masyruq lebih cenderung bahwa pemberian tersebut
termasuk juga suap yang dilarang, karena orang tersebut memang harus
membantunya agar tidak terzholimi, sebagaimana firman Allah:
"Dan janganlah sekali-kali karena kebencianmu kepada suatu kaum karena
mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidil Haram, mendorong kamu
berbuat aniaya (kepada mereka). Dan tolong menolonglah kamu dalam
mengerjakan kebaikan dan ketakwaan, dan janganlah tolong menolong dalam
berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya
Allah maha berat siksanya." (dari kitab Mau'shuah Fiqhiyah dan Tafsir
ayat ahkam Lil Jashosh)
Kaum muslimin yang dirahmati Allah
Maka bila dilihat dari sisi esensi risywah yaitu pemberian (athiyyah),
maka ada beberapa istilah dalam Islam yang memiliki keserupaan
dengannya, di antara hal tersebut adalah:
Pertama: Hadiah, yaitu pemberian yang diberikan kepada seseorang sebagai
penghargaan atau ala sabilil ikram. Perbedaannya dengan risywah adalah,
jika risywah diberikan dengan tujuan untuk mendapatkan apa yang
diinginkan, sedangkan hadiah diberikan dengan tulus sebagai penghargaan
dan rasa kasih sayang.
Kedua: Hibah, yaitu pemberian yang diberikan kepada seseorang dengan
tanpa mengharapkan imbalan dan tujuan tertentu. Perbedaannya dengan
risywah adalah bahwa Ar-Raasyi yaitu pemberi suap memberikan sesuatu
karena ada tujuan dan kepentingan tertentu, sedangkan Al-Waahib atau
pemberi hibah memberikan sesuatu tanpa tujuan dan kepentingan tertentu.
Ketiga: Shadaqoh, yaitu pemberian yang diberikan kepada seseorang karena
mengharapkan keridhoaan dan pahala dari Allah Swt. Seperti halnya zakat
ataupun infaq. Perbedaannya dengan risywah adalah bahwa seseorang yang
bersedekah ia memberikan sesuatu hanya karena mengharapkan pahala dan
keridhoaan Allah semata tanpa unsur keduniawian yang dia harapkan dari
pemberian tersebut.
Lalu bagaimanakan jika pemberian hadiah atau hibah tersebut diberikan
oleh seseorang kepada pejabat pemerintah atau penguasa, ataupun hakim,
maka dalam hal ini Imam Bukhori meriwayatkan hadits dari Abu Humaid
As-saidi dalam hadits yang masyhur dengan istilah Hadits Ibnul Utbiyah
sebagai berikut:
حدثنا عبد الله بن محمد قال حدثنا سفيان عن الزهري عن عروة بن الزبير عن
أبي حميد الساعدي رضي الله تعالى عنه قال استعمل النبي رجلا من الأزد يقال
له ابن الأتبية على الصدقة فلما قدم قال هذا لكم وهذا أهدي لي قال فهلا جلس
في بيت أبيه أو بيت أمه فينظر أيهدي له أم لا والذي نفسي بيده لا يأخذ أحد
منه شيئا إلا جاء به يوم القيامة يحمله على رقبته إن كان بعيرا له رغاء أو
بقرة لها خوار أو شاة تيعر ثم رفع بيده حتى رأينا عفرة إبطيه أللهم هل
بلغت أللهم هل بلغت ثلاثا
Dari Abi Humaid As Sa'idi ra berkta Nabi saw mengangkat seseorang dari
suku Azdy bernama Ibnu Al-Utbiyyah untuk mengurusi zakat, tatkala ia
datang kepada Rosulullah, ia berkata: Ini untuk anda dan ini dihadiahkan
untuk saya. Rosulullah bersabda, " Kenapa ia tidak duduk saja di rumah
ayahnya aatau ibunya, lantas melihat apakah ia akan diberi hadiah atau
tidak. Demi Zat yang jiwaku berada ditangan-Nya tidaklah seseorang
mengambilnya darinya sesuatupun kecuali ia datang pada hari kiamat
dengan memikulnya di lehernya, kalau unta atau sapi atau kambing semua
akan bersuara dengan suaranya, kemudian Rosulullah mengangkat tangannya
sampai kelihatan ketiaknya lantas bersabda, Ya Allah tidaklah kecuali
telah aku sampaikan, sungguh telah aku sampaikan, sungguh telah aku
sampaikan. (HR. Bukhori)
Saudara Kaum muslimin yang berbahagia
Risywah hukumnya tetap haram walaupun menggunakan istilah hadiah, hibah
atau tanda terima kasih dan lain-lain, sebagaimana hadits di atas. Oleh
karena itu, setiap perolehan apa saja di luar gaji dan dana resmi dan
legal yang terkait dengan jabatan atau pekerjaan merupakan harta ghulul
atau korupsi yang hukumnya tidak halal meskipun itu atas nama 'hadiah'
dan tanda 'terima kasih' akan tetapi dalam konteks dan perspektif
syariat Islam bukan merupakan hadiah tetapi dikategorikan sebagai
'risywah' atau syibhu risywah yaitu semi suap, atau juga risywah
masturoh yaitu suap terselubung dan sebagainya.
Para ulama berpendapat, bahwa segala sesuatu yang dihasilkan dengan cara
yang tidak halal seperti risywah maka harus dikembalikan kepada
pemiliknya jika pemiliknya diketahui, atau kepada ahli warisnya jika
pemiliknya sudah meninggal, jika pemiliknya tidak diketahui maka harus
dikembalikan kepada baitul maal, atau dikembalikan kepada negara jika
itu dari uang negara dalam hal ini adalah uang rakyat, atau digunakan
untuk kepentingan umum. Sebagaimana yang dikatakan oleh Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyah terkait dengan orang yang bertaubat setelah mengambil
harta orang lain secara tidak benar, sebagaiamna ungkapannya: "jika
pemiliknya diketahui maka diserahkan kepada pemiliknya, jika tidak
diketahui maka diserahkan untuk kepentingan umat islam."
Seorang muslim yang baik dan sholih harus berusaha untuk menjauhkan diri
dari harta yang haram, tidak menerima dan tidak memakannya. Jika
terpaksa dan telah menerimanya serta tidak dapat mengelak darinya maka
hendaklah harta tersebut tidak dipergunakan untuk keperluan pribadi dan
keluarganya khususnya terkait dengan kebutuhan makanan. Namun hendaklah
harta tersebut dipergunakan untuk keperluan sosial dan kepentingan
sarana umum, seperti jalan raya, jembatan dll.
Rosulullah bersabda:
عن أبي هريرة قال : قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : يا أيها الناس إن
الله عز و جل طيب لا يقبل إلا طيبا و إن الله عز و جل أمر المؤمنين بما به
المرسلين فقال : يا أيها الرسل كلوا من الطيبات ، و قال : يا أيها الذين
آمنوا كلوا من طيبات ما رزقناكم ، ثم ذكر الرجل يطيل السفر أشعث أغبر يمد
يده إلى السماء يا رب ! يا رب ! و مطعمه حرام و مشربه حرام و ملبسه حرام و
غذي بالحرام فأنى يستجاب له ( أخرجه مسلم)
"Wahai manusia, sesungguhnya Allah azza wajalla adalah Dzat yang Baik
dan tidak menerima kecuali sesuatu yang baik, dan Allah memerintahkan
kaum muslimin sebagaimana memerintakan kepada para nabi, "Wahai
Rosul-rosul makanlah dari yang baik-baik" dan firman-Nya, "Wahai
orang-orang yang beriman makanlah dari yang baik-baik yang kami
rezekikan kepadamu." Kemudian Rosulullah menyebutkan bahwa sesorang yang
melakukan perjalanan panjang, rambutnya kusut, dan berdebu menengadakan
keduabelah tangannya ke langit sambil berdoa; wahai Rabb, wahai Tuhan,
sedangkan makanannnya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan
diberi makan dari yang haram, maka bagaimana mungkin dikabulkan doanya.
(HR. Muslim)
Semoga Allah melindungi kita dan menjaga keluarga kita dari perbuatan
dan harta-harta yang diharamkan oleh-Nya. Amiin, amiin ya rabbal
'alamiin.
بلرك الله لي ولكم في القرآن الكريم و نفعني و إياكم بما فيه من الأيات و
الذكر الحكيم ، أقول قولي هذا و استغفر الله العظيم لي و لكم فاستغفروه إنه
هو الغفور الرحيم.
Saudara kaum muslimin yang dimuliakan Allah, pada khotbah yang ke dua
ini mari kita panjatkan doa-doa agar kita senantiasa dilindungi Allah
SWT dan selalu dilimpahkan rezeki dan hidayahnya serta dijadikan orang
yang beriman kepada-Nya. amin
Kaum mukminin : Allah
telah menjadikan sesuatu yang paling berat pada timbangan seorang mukmin
pada
hari kiamat adalah akhlak yang baik, dan dijadikan manusia yang paling
dekat
kedudukannya dengan rasulullah Saw di surga adalah orang yang terbaik
akhlaknya, Rasulullah Saw bersabda :“Sesungguhnya orang yang paling
dicintai
dan paling dekat denganku kedudukannya pada hari kiamat adalah yang
paling
terbaik akhlaknya diantara kalian” (At Tirmidzi 2018)
Sesungguhnya
masyarakat yang ideal dan berbudaya adalah masyarakat dimana para
anggotanya
menerapkan akhlak mulya dalam segala tindakannya, karena dengan akhlak
keamanan
dan ketentraman dapat terwujud, keluarga dan manusia menjadi bahagia,
dikatakan
: akhlak mulya akan mendatangkan kebaikan dunia dan akhirat.
Betapa pentingnya
akhlak ini, lalu bagaimana cara mendapatkannya ? wahai hamba Allah
akhlak
terbagi menjadi dua, salah satunya adalah fitrah asal penciptaan manusia
dan
lainnya didapatkan melalui usaha manusia untuk berakhlak baik dengan
jalan
bersabar untuk berakhlak mulya hingga ia pada akhirnya menjadi kebiasaan
dan
dengan berteman dengan orang-orang baik dan dengan membaca kisah dan
biografi
orang-orang terdahulu.
Kaum muslimin :
Sesungguhnya akhlak adalah perbuatan dan ibadah yang dianjurkan oleh
agama,
seorang muslim dituntut untuk selalu berakhlak mulya, komintmen ini
dimulai
sebelum pembentukan rumah tangga, dimana diwajibkan bagi calon suami
untuk
memilih isteri dengan baik bersandarkan pada sabda Nabi Saw : “Perempuan
dinikahi
karena empat faktor : karena harta, kecantikan, kedudukan dan karena
agamanya, maka hendaklah engkau memilih yang taat beragama pasti engkau
bahagia”
(Bukhari 5090)
Ilmu modern menegaskan
bahwa janin terpengaruh oleh akhlak ibunya saat ia berada dalam
kandungannya,
dan perhatian terhadap anak terus berlangsung dari semenjak lahirnya
dimana
Rasulullah Saw mensunnahkan untuk mengadzankan ditelinganya, hal ini
merupakan
praktek untuk mengusir syetan, bila anak tersebut mencapai umur tamyiz
maka
Islam menganjurkannya untuk menerapkan akhlak mulya, dari Umar bin Abi
Salamah
RA berkata : “Saat aku belia, aku pernah berada di kamar Rasulullah
Saw
dan kedua tanganku seringkali mengacak-acak piring-piring. Rasulullah
Saw
bersabda kepadaku, ’Nak, bacalah Bismillah, makanlah dengan tangan
kananmu dan
makanlah dari makanan yang terdekat denganmu.” (Muslim 2022)
Dan diperintahkan
untuk mengajarkannya prinsip-prinsip agama, Rasulullah Saw bersabda : "Perintahlah
anak-anak
kalian melaksanakan shalat saat mereka berumur tujuh tahun" (Abu
Daud 495)
Disini tampak peran
kedua orang tua dalam mengarahkan anak-anak mereka menuju akhlak mulya,
rumah
merupakan sumber penting dalam perolehan akhlak melalui tauladan,
pengarahan
dan pengawasan, karenanya kepada pasangan suami isteri hendaknya
menjalankan
tugas moralnya kepada pihak lainnya, karena ini dapat membantu
ketentraman dan
kerekatan keluarga, dan peran selanjutnya dalam perolehan akhlak adalah :
sekolah dan institusi pendidikan, guru menjadi tauladan bagi para
murid-muridnya, mereka akan mendengar nasehat dan arahannya dan
mengikuti
perbutannya, mereka akan terpengaruh oleh akhlaknya, Harus Ar Rasyid
berkata
kepada pendidik anaknya : bacakan kepadanya Al Quran, perkenalkan dengan
beberapa berita dan bacakan syair-syair, ajarilah sunnah dan pertajamlah
dengan
ilmu kalam, dan cegahlah tertawa kecuali pada waktunya yang tepat, dan
janganlah anda melewatkan satu jampun kecuali anda mengambil faedah
darinya.
Hamba Allah ; peran
media dalam moral guidance sangat penting melalui siaran yang
dipancarkan yang
membawa pesan yang dapat membawa manusia berakhlak mulya, dan tugas
kedua orang
tua dalam membimbing anak-anak mereka agar mereka menonton atau menyimak
siaran
yang dapat memperbaiki akhlak dan jiwa mereka.
Sesungguhnya tanggung
jawab moral tidak berhenti dengan apa yang telah disebutkan diatas
tetapi
mencakup semua etika yang ada dimasyarakat, kepatuhan anda kepada
peraturan dan
undang-undang yang diundangkan untuk melindungi kemaslahatan, nyawa dan
hak-hak
manusia merupakan akhlak yang mulya dan memperhatikan kondisi dan
perasaan
manusia merupakan budaya yang tinggi.
Semoga Allah
menganugerahkan kami akhlak baik yang menjadi penyebab cinta-Nya dan
cinta
hamba-hamba-Nya kepada kami, dan semoga Allah memberikan kami taufiquntuk mentaati-Nya dan
mentaati orang yang diperintahkan untuk
ditaatinya, sebagai pengamalan firman-Nya : “Hai orang-orang yang
beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di
antara kamu”
(An Nisa’ 59).
نفعَنِي
اللهُ وإياكُمْ بالقرآنِ العظيمِ وبِسنةِ
نبيهِ الكريمِ صلى الله عليه وسلم
Kaum mukminin : kepada
setiap pemilik profesi hendaknya menjaga moral dan etos kerja dan
keprofesiaannya, menjalankan tugas kewajiban kerjanya, seorang pegawai,
guru,
dokter, insinyur, pedagang dan pemilik profesi lainnya mereka dituntut
untuk
selalu berakhlak mulya dan menjaga moral kerjanya.
Dan sangat penting
bagi para pemuda untuk berakhlak mulya, dan hendaknya mereka menjaga
sifat
kelaki-lakiannya dan hendaknya mereka menjauh diri dari menyamakan
dengan
wanita, karena hal ini bertentangan dengan akhlak Islam dan kesempurnaan
sifat
kelelakian, dan bagi para pemudi hendaknya mereka juga tidak meniru-niru
laki-laki, dan sebaik-baiknya akhlak bagi mereka adalah sifat malu dan
kesucian.
ان الحمد لله الذى أرسل رسوله بالهدى ودين
الحق ليظهره على الدين كله. أرسله بشيرا ونذيرا وداعيا الى الله باذنه
وسراجا منيرا. أشهد ان لا اله الا الله وحده لا شريك له. شهادة اعدها
للقائه ذخرأ. واشهد ان محمدا عبده و رسوله. ارفع البرية قدرا. اللهم صل
وسلم وبارك على سيدنا محمد وعلى أله وأصحابه وسلم تسليما كثيرا. أما بعد.
فياأيها الناس اتقوالله حق تقاته ولاتموتن الا وأنتم مسلمون.
Hadirin Jamaah Jum’at Rahimakumullah
Dalam kesempatan yang mulia ini, marilah kita terus-menerus
meningkatakan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah Swt., dengan
melaksanakan segala perintah-perintah-Nya dan menjauhi segala
larangan-larangan-Nya, sebab hanya degan iman dan taqwa yang
sesungguhnya, kebahagiaan dan keselamatan dunia sampai akhirat akan kita
miliki. Mudah-mudahan kita termasuk dalam golongan hamba Allah yang
mendapat rida-Nya dan senantiasa dalam rahmat sertalindungan-Nya,
bahagia dunia dan akhirat, amin.
Hadirin Jamaah Jum’at Rahimakumullah
Kita telah memasuki bulan yang bersejarah yakni bulan dimana Rasulullah
Saw. Dilahirkan, Rasul pembawa ajaran terkhir, yang mengeluarkan manusia
dari gelap gulita kekafiran dan menyelamatkannya dari tepi jurang
neraka. Unuk itu sudah seharusnya kita tergugah untuk memperingatinya
dengan bentuk amal saleh sebagai ungkapan cinta kita kepada Rasulullah
Saw.
Sebagai umat Muhammad Saw. yang mencintai beliau, sudah sepantasnya jika
hari kelahiran baginda Nabi Saw. Ini, kita merayakan dan
memperingatinya dengan kegiatan yang sesuai dengan anjuran syariat Islam
sebagai bukti cinta kita kepada beliau. Dan bukan sebalaiknya,
memperingati maulid dengan kemaksiatan dan kemungkaran yang bertolak
belakang, kata cinta kepada beliau. Peringatan malid Nabi hendaklah
dijadikan momentum penyelenggaraan kecintaan dan ketaatan pada ajaran
yang di bawa oleh beliau. Allah Swt. Berfirman:
“katakanlah, ‘jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku
niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu, Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang.’ Katakanlah, ‘Taatilah Allah dan Rasul-Nya, jika
kamu berpaling maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
kafir.” (QS. Ali-Imron: 31-32)
Hadirin Jamaah Jum’at Rahimakumullah
Manifestasi cinta kepada Rasulullah Saw. Agaknya memerlukan
penyelenggaraan kembali pada akhir-akhir ini, sebab merupakan tuntunan
ajaran agama yang harus dijaga kemurniannya, jangan sampai diarahkan
kepada hal-hal yang menyimpang. Hal ini penting untuk diingat, sebab
pada akhir-akhir ini terliahat gejala-gejala yang perlu mendapat
perhatian dan pelurusan, diantarnya, bentuk kegiatan peringatan maulid
yang hanya sekedar kegiatan rutinitas untuk menghabiskan anggaran biaya
yang sangat besar tanpa disemangati kecintaan kepada Rasulullah,sehingga
bentuk-bentuk peringatannya terkadang menyimpang jauh, bahkan
bertentangan dengan logika kecintaan kepada beliau.
Ketika kita mengadakan peringatan mauid Nabi Muhammad Saw. Untuk itu,
nilai ritual yang ada didalamnya harus mencerminkan logika kecintaan
kepada beliau, bukan yang kontradiktif dengan logika cinta. Perhatikan
hadits yang diriwayatkan oleh sahabat Anas r.a. berikut ini:
عن أنس رضي الله عنه عن النبي صلى الله
عليه وسلم أنه قال: من أحب سنتى فقد أحبنى ومن أحبنى كان معى فى الجنة.
Artinya:
“Diriwayatkan dari Anas r.a., dari Rasulullah Saw., bahwa beliau
bersabda, barang siapa mencintai sunnahku maka sungguh ia telah
mencintai aku, maka ia bersamaku di surga”
Di dalam kitab durrotun Nasihin di jelaskan:
فمن أحب أن ينال رؤية النبي عليه الصلاة
والسلام فليحبه حبا شديدا وعلامة الحب الاطاعة فى السنته السنية واكثار
الصلاة عليه لأن النبي صلى الله عليه وسلم قال من أحب شيئا اكثر من ذكره
Artinya:
“Maka barang siapa menginginkan dapat melihat Rasulullah Saw.,
hendaklah ia mencintai beliau dengan kecintaan yang sungguh. Adapun
tanda-tanda cinta Rasul itu adalah mengikuti Sunnah beliau yang mulia
dan memperbanyak berselawat untuk beliau, sebab Rasulullah Saw, telah
bersabda, ‘barang siapa mencintai sesuatu, maka ia tentu banyak
menyebutnya,”
Hadirin Jamaah Jum’at Rahimakumullah
Mecermati hadis di atas, dapatlah kita ketahui bahwa inti dari cinta
kepada Rasulullah Saw. Adalah mengikuti dan meneladani sunnah-sunnah
beliau dan memperbanyak membaca selawat kepada beliau. Dengan kata lain,
ungkapan rasa cinta kepada beliau harus diaktualisasikan dalam bentuk
sikap dan perbuatan yang berorientasi kepada nilai religi, bukan sebatas
formalitas belaka. Karena ujung dari rasa cinta itu adalah peningkatan
kualitas diri dalam pengamalan ajaran agama yang dibawa oleh beliau.
Pengakuan cinta kepada beliau haruslah disertai perbuatan yang
mencerminkan kecintaan kepada beliau,bila tidak, maka sama saja cinta
itu bohong adanya. Perhatikan pernyataan salah seorang waliyullah Hatim
Az Zahid berikut ini:
من ادعى حب النبي صلى الله عليه وسلم من
غير اتباع السنة فهو كذاب
Artinya:
“Barang siapa mengaku cinta Rasulullah Saw.tanpa mau mengikuti
perilaku beliau, maka ia adalah seorang pembohong.”
Hadrin Jamaah Jum’at Rahimakumullah
Oleh karena itu, bulan Rabiul Awal ini kita jadikan momentum untuk
menyegarkan kecintaan kita kepada beliau, sekaligus mentaati dan
mengikuti sunnah-sunnah beliau. Hal ini sangat refleksi dari cinta Rasul
yang sesungguhnya, agar kelak kita memperoleh syafaat beliau yang
artinya:
“diriwayatkan dari Aisyah.r.a., dia berkata, ‘barang siapa mencintai
Rasulullah Saw., maka ia memperbanyak membaca selawat untuk belaiu.
Adapun buahnya adalah memperoleh syafaat beliau dan dapat dan dapat
menyertai beliau di surga’”
“Barang siapa yang menaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah menaati
Allah. Dan barang sia yang berpaling dari (ketaatan itu), maka kami
tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka.” (QS.
An-Nisa’: 80)
Hadrin Jamaah Jum’at Rahimakumullah
Semoga peringatan demi peringatan maulid Nabi Saw. Yang diselenggarakan
oleh kaum muslimin, benar-benar merupakan ekspresi kecitaan kepada
beliau, dengan kesediaan penuh untuk menaati dan mengikuti sunnah-sunnah
beliau, sehingga kita akan mendapatkan syafa’at beliau, dan dapat
bersama orang yang kita cintai itu di dalam surga, amin.
Dahulu ada seseorang dari Bani Israil yang alim dan rajin beribadah
kepada Allah SWT. Suatu ketika ia didatangi sekelompok orang. Mereka
berkata, ”Di daerah ini ada suatu kaum yang tidak menyembah Allah, tapi
menyembah pohon.” Mendengar hal itu ia segera mengambil kampak dan
bergegas untuk menebang pohon itu.
Melihat gelagat tersebut, iblis mulai beraksi dan berusaha
menghalangi niat orang alim itu. Ia mengecohnya dengan menyamar sebagai
orang tua renta yang tak berdaya. Didatanginya orang itu setelah ia tiba
di lokasi pohon yang dimaksud.
”Apa yang hendak kau lakukan?” tanya iblis. Orang alim itu menjawab,
”Aku mau menebang pohon ini!”
“Apa salahnya pohon ini?” tanya iblis lagi.
“Ia menjadi sesembahan orang-orang selain Allah. Ketahuilah ini bukan
termasuk ibadahku.” Jawab orang alim itu.
Tentu saja iblis tidak menginginkan niat orang itu terlaksana dan
tetap berusaha untuk menggagalkannya.
Karena iblis berusaha menghalang-halanginya, orang alim itu
membanting iblis dan menduduki dadanya. Di sinilah iblis yang licik
mulai beraksi. ”Lepaskan aku supaya aku dapat menjelaskan maksudku yang
sebenarnya,” kata iblis.
Orang alim itu kemudian berdiri meninggalkan iblis sendirian. Tapi ia
tidak putus asa. ”Hai orang alim, sesungguhnya Allah telah menggugurkan
kewajiban ini atas dirimu karena engkau tidak akan menyembah pohon ini.
Apakah engkau tidak tahu bahwa Allah mempunyai Nabi dan Rasul yang
harus melaksanakan tugas ini.”
Orang alim tersebut tak mempedulikannya dan tetap bersikeras untuk
menebang pohon itu. Melihat hal itu, iblis kembali menyerang. Tapi orang
alim itu dapat mengalahkanya kembali. Merasa jurus pertamanya gagal,
iblis menggunakan jurus kedua. Ia meminta orang alim itu untuk
melepaskan injakan di dadanya.
”Bukankah engkau seorang yang miskin. Engkau juga sering
meminta-minta untuk kelangsungan hidupmu,” tanya iblis.
”Ya, memang kenapa,” jawab orang itu tegas, menunjukkan bahwa ia tak
akan tergoda.
“Tinggalkan kebiasaan yang jelek dan memalukan itu. Aku akan
memberimu dua dinar setiap malam untuk kebutuhanmu agar kamu tidak perlu
lagi meminta-minta. Ini lebih bermanfaat untukmu dan untuk kaum
muslimin yang lain daripada kamu menebang pohon ini,” kata Iblis merayu.
Orang itu terdiam sejenak. Terbayang berbagai kesulitan hidup seperti
yang didramatisasi iblis.
Rupanya bujuk rayu iblis manjur. Ia pun mengurungkan niatnya.
Akhirnya ia kembali ke tempatnya beribadah seperti biasa. Esok paginya
ia mencoba membuktikan janji iblis. Ternyata benar. Diambilnya uang dua
dinar itu dengan rasa gembira. Namun itu hanya berlangsung dua kali.
Keesokan harinya ia tidak lagi menemukan uang. Begitu juga lusa dan
hari-hari selanjutnya. Ia pun marah dan segera mengambil kapak dan pergi
untuk menebang pohon yang tempo hari tidak jadi ditebangnya.
Lagi-lagi iblis menyambutnya dengan menyerupai orang tua yang tak
berdaya.
”Mau ke mana engkau wahai orang alim?”
”Aku hendak menebang pohon sialan itu,” jawabnya emosi.
“Engkau tak akan mampu untuk menebang pohon itu lagi. Percayalah!
Lebih baik engkau urungkan niatmu,” jawabnya melecehkan.
Orang alim itu berusaha melawan Iblis dan berupaya untuk
membantingnya seperti yang pernah dilakukan sebelumnya.
”Engkau tak akan dapat mengalahkanku,” sergah iblis.
Kemudian iblis melawannya dan berhasil membantingnya.
Sambil menduduki dadanya, iblis berkata, ”Berhentilah kamu menebang
pohon ini atau aku akan membunuhmu.”
Orang alim itu kelihatannya tidak punya tenaga untuk mengalahkan
iblis seperti yang pernah dilakukannya sebelum itu.
”Engkau telah mengalahkan aku sekarang. Lepaskan dan beritahu aku,
mengapa engkau dapat mengalahkanku,” tanya orang alim.
Iblis menjawab, ”Itu karena dulu engkau marah karena Allah dan
berniat demi kehidupan akhirat. Tetapi kini engkau marah karena
kepentingan dunia, yaitu karena aku tidak memberimu uang lagi.”
Kisah yang diuraikan Imam Al-Ghazali dalam kitab Mukasyafatul
Qulub itu memberi pelajaran bahwa betapa pentingnya nilai sebuah
keikhlasan, yakni berbuat kebajikan tanpa pamrih kecuali hanya mencari
ridho Allah SWT. Ikhlas ini merupakan ruh ibadah kepada Allah SWT.
Karena itu untuk mewujudkan ibadah yang berkualitas kepada Allah SWT
kita harus pandai-pandai menata niat. Niat inilah yang akan membawa
konsekuensi pada diterima atau tidaknya suatu ibadah yang kita lakukan.
Rasulullah SAW bersabda: ”Sesungguhnya perbuatan itu tergantung pada
niatnya, seseorang itu akan memperoleh apa yang telah diniatkannya.
Barang siapa hijrahnya itu karena Allah dan rasulnya, maka ia akan
memperoleh pahala dan barang siapa hijrahnya itu karena harta atau
wanita, maka ia akan memperoleh apa yang telah diniatkanya itu.”
Asal muasal hadits ini adalah ketika Rasulullah SAW berdakwah di
negeri Mekah merasa sulit karena selalu mendapatkan perlawanan hebat
dari kaum Quraisy. Beliau akhirnya mendapat perintah untuk hijrah ke
Yatsrib (Madinah). Beliau pun memerintahkan para sahabat untuk
berhijrah. Tapi para sahabat ternyata punya motivasi yang berbeda-beda
dalam melakukan hijrah. Mulai dari sahabat yang ikhlas mencari keridhoan
Allah SWT hingga alasan wanita, harta, dan benda. Karena itu Rasulullah
menginstruksikan kepada para sahabat untuk menata niat mereka melalui
hadits itu.
Memang niat mudah diucapkan namun sukar untuk dipraktikkan. Saat kita
punya niat baik, maka saat itu juga iblis telah bersiap siaga untuk
menjerumuskan dan merusaknya. Padahal awalnya niat itu murni karena
Allah. Itulah sebabnya, Ibnu Qoyim mengatakan bahwa ikhlas itu
membutuhkan keikhlasan (al-ikhlashu yahtaju ilal ikhlash).
Niat itu bersarang dalam hati. Agar ia tetap terjaga utuh, seseorang
harus menata niatnya sebelum melakukan amal, ketika melakukannya, dan
sesudah selesai. Dan hal itu bisa dimiliki dengan melalui berbagai
latihan (riyadhah) mental yang intensif, yakni berusaha menata niat,
karena ia tidak akan serta merta bersih dengan sendirinya.
Yang perlu diwaspadai, iblis menggoda manusia sesuai dengan kualitas
ketaatannya kepada Allah. Semakin berkualitas seseorang kepada Allah,
maka akan digoda oleh iblis kelas berat. Di sinilah pentingnya kita
selalu memohon perlindungan kepada Allah SWT untuk menjaga niat.
Apalagi manusia memiliki nafsu yang cenderung mengarahkan kepada
hal-hal yang buruk dan jahat. Bila ia tidak diarahkan sebagaimana
mestinya, maka ia akan bekerja sama dengan iblis untuk merusak niat
seseorang, baik itu lewat penyakit ujub, riya, dan sum’ah.
Kunci ibadah adalah ikhlas. Dan ikhlas itu ada di dalam hati orang
yang melakukan amal tersebut. Maka sah atau tidaknya pahala amal itu,
tergantung pada niat ikhlas atau tidak hati pelakunya. Jika dalam
melakukan amal itu hatinya bertujuan untuk mendapat pujian dari manusia,
maka hal itu berarti tidak ikhlas. Akibatnya amal ibadah yang
diusahakannya tidak menerima pahala dari Allah.
Kita benar-benar diperintahkan oleh Allah untuk memasang niat dengan
ikhlas dalam setiap ibadah kita. Jangan dicampuri niat itu dengan hal
yang lain, yang nantinya akan merusak pahala amal ibadah tersebut. Allah
berfirman:
”Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah
dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam menjalankan agama yang
lurus.” (Q.S Al-Bayyinah: 5)
Sebagai seorang muslim, kita harus bercermin dari kisah antara iblis
dan orang alim dari Bani Israil di atas. Semoga Allah SWT melindungi
kita dari iblis si perusak amal.
Setelah di itu menutup khutbah pertama dengan do’a untuk seluruh kaum
muslimin dan muslimat.
Contoh bacaan:
barakallahu lii wa lakum fill qur’aanil azhiim wa nafa’nii wa
iyyaakum bima fiihi minal aayaati wa dzikril hakiim. Aquulu qowlii
hadzaa wa astaghfirullaaha lii wa lakum wa lisaa iril muslimiina min
kulli zanbin fastaghfiruuhu innahu huwal ghafuurur rahiimu.
Lalu duduk sebentar untuk memberi kesempatan jamaah jum’at untuk
beristighfar dan membaca shalawat secara perlahan.
Setelah itu, khatib kembali naik mimbar untuk memulai khutbah kedua.
Dilakukan dengan diawali dengan bacaaan hamdallah dan diikuti
dengan shalawat.
Contoh bacaan:
Innal hamdalillahi robbal’aalamiin wa asyhadu an laa ilaaha
illahllaahu wa liyyash shalihiina wa asyhadu anna muhammadan khaatamul
anbiyaai wal mursaliina allahumma shalli ‘alaa muhammadan wa ‘alaa aali
muhammadin kamaa shollayta ‘alaa ibroohiima wa ‘alaa alii ibroohiim,
innaka hamiidum majiid.Wa barok ‘alaa muhammadin wa ‘alaa aali
muhammadin kamaa baarokta ‘alaa ibroohiima wa ‘alaa alii ibroohiim,
innaka hamiidum majiid.
Ammaa ba’ad..
Selanjutnya di isi dengan khutbah baik berupa ringkasan, maupun
hal-hal terkait dengan tema/isi khutbah pada khutbah pertama yang berupa
washiyat taqwa.
Khotbah (II)
Pada bagian akhir, khatib harus mengucapkan lafaz doa yang intinya
meminta kepada Allah kebaikan untuk umat Islam. Misalnya kalimat: Allahummaghfir
lil muslimin wal muslimat . Atau kalimat Allahumma ajirna
minannar .
Contoh bacaan do’a penutup:
Allahummagh fir lilmuslimiina wal muslimaati, wal mu’miniina wal
mu’minaatil ahyaa’I minhum wal amwaati, innaka samii’un qoriibun
muhiibud da’waati.
Robbanaa laa tuaakhidznaa in nasiinaa aw akhtho’naa. Robbanaa walaa
tahmil ‘alaynaa ishron kamaa halamtahuu ‘alalladziina min
qoblinaa.Robbana walaa tuhammilnaa maa laa thooqotalanaa bihi, wa’fua
‘annaa wagh fir lanaa war hamnaa anta maw laanaa fanshurnaa ‘alal qowmil
kaafiriina.
Robbana ‘aatinaa fiddunyaa hasanah wa fil aakhiroti hasanah wa qinaa
‘adzaabannaar. Walhamdulillaahi robbil ‘aalamiin.
Selanjutnya khatib turun dari mimbar yang langsung diikuti dengan iqamat
untuk memulai shalat jum’at. Shalat jum’at dapat dilakukan dengan
membaca surat al a’laa dan al ghasyiyyah, atau surat
bisa juga surat al jum’ah, al kahfi atau yang lainnya.
I'm not her, I'm not them. She can't to be like me and also them. I'm only one couse i'm just i'm.
"Bekawan dengan aku ni lemak, TAPI kalo bemusuh dengan aku RASAKAN"